Sabtu, 17 Oktober 2009

Alus Sekali

Seperti biasa Alus kali ini muncul di kantin dengan stelan merah muda dari bibir sampai ke jempol kakinya, kontras sekali dengan kulitnya yang putih pucat. Perempuan itu semangatnya memang luar biasa, di usianya yang sudah menginjak 40 tahun masih mencoba menebar pesonanya yang kelihatan belum sirna.
Sambil menyeruput jus jeruk kesukaannya dia berkata, “Semua karena Olaf. Dia merusak saya, mengangkat saya dari tidak punya apa-apa, membanjiri saya dengan uangnya sehingga saya jadi lupa daratan, dan meninggalkan saya demi perempuan lain yang tidak lebih pintar, tidak lebih cantik dan tidak seksi dari saya!”
Saya masih ingin mendengar lebih banyak lagi, maka saya membenarkan sikap duduk saya supaya lebih enjoy, dengan wajah bodoh saya (mungkin),s aya memandang padanya seolah bertanya “Apalagi nih?”
Alus mulai bercerita, “Saya terlibat rentenir, uang saya habis sama rentenir.” Dia terlibat hutang pada rentenir berkali-kali sejak menjadi janda miskin. Tadinya Alus ini adalah janda kaya dari seorang pengusaha asal Australia.
”Jadi, bagaimana….?” Tanya saya tak bisa menahan diri untuk hanya mendengar saja.
Suatu hari ketika uang kontan di tangannya habis untuk berfoya-foya, dia menggadaikan sertifikat salah satu rumahnya kepada salon kecantikan langganannya selama lebih 10 tahun. Tak dinyana si pemberi hutang berwatak tidak baik. Ketika Alus berniat menebus kembali sertifikat rumahnya, si pemilik salon mempersulitnya, sehingga si Alus terpaksa menyerahkan segala urusan sertifikat rumah tersebut pada kakak angkatnya yang wataknya kurang lebih saja dengan tukang salon.
Sampai saat Alus bercerita pada saya bahwa sertifikat rumah tersebut masih berada di tangan kakak angkatnya dengan catatan Alus sudah berhutang lebih dari 800 juta rupiah, sementara rumah yang dimaksud harganya saat ini diperkirakan 4 milyar rupiah.
“Laporkan pada polisi.” Kata saya gemas.
“Apa yang mau dilaporkan, saya berhutang dengan bukti begitu banyak kwitansi, Saya suka rela meminta dia mengambil Sertifikat saya dari Lucy, memohon-mohon lagi. Kalau saya berantam dengan kakak angkat saya itu, saya benar-benar tamat.”
Apa daya sang kakak angkat enggan menjualnya, lebih suka mengontrakkannya saja. Rumah si Alus itu di tepi jalan raya, lahan yang luas dengan back view pantai yang sangat luas. Sang kakak angkat tidak membutuhkan uang penjualan rumah tersebut karena dia sendiri mempunyai banyak property. Tinggallah si Alus menunggu janji sang kakak yang akan membelikannya sebuah rumah lain jika kelak rumah Alus sudah terjual.
Sebenarnya Alus masih mempunyai sebuah rumah lain yang juga sudah terkuasai oleh orang lain karena kebiasaan buruknya berhutang kepada lintah darat. Alus juga masih mempunyai beberapa bidang tanah di pedesaan, tapi begitulah, masih jadi miliknya sepenuhnya karena tidak ada peminat.
Alus adalah salah seorang anak kos saya yang paling lama. Sudah lebih setahun dia tinggal bersama kami. Sebelum menjadi istri orang asing tersebut, Alus adalah janda dengan dua orang anak laki-laki. Dia kemudian bekerja di sebuah perusahaan penyedia makanan yang melayani beberapa perusahaan besar. Salah satu pelanggan perusahaan Alus adalah bule yang kemudian hari menjadi suaminya. Terkadang Alus tidak bisa menyembunyikan rasa bangganya pernah diperistri oleh seorang berpendidikan tinggi, kaya dan ganteng.
“Enak punya suami Bule, Bu. Bangun tidur diberi bunga dan setiap hari berpuluh kali I Love You diucapkan!” Dalam hati saya, suami bukan bule pun banyak yang boros I Love You, tapi saya berusaha menyembunyikan perasaan saya.
“Kadang-kadang saya lagi mencuci piring dipeluk dari belakang dan lagi-lagi I Love You.” Suami saya juga sering melakukan hal itu meskipun dia orang kampung kata saya lagi dalam hati saja, sambil sedikit iri.
Memang suami saya sering juga melakukan hal-hal yang didapat Alus dari suami bulenya, tidak ada yang istimewa kecuali tentang bunga yang didapatnya ketika bangun tidur. Saya kalau masih mungkin ingin juga diberi bunga ketika bangun tidur walaupun hanya bunga merry gold yang tumbuh liar di halaman samping rumah kami. Tapi tidak mungkinlah suami saya melakukan hal itu, kata anak muda sekarang BUKAN DIA BANGET GITU LOH.
Kembali ke Alus. “Dulu saya biasa berendam di bathtub dengan setengah botol parfum Perancis asli yang saya beli di Melbourne! Toko parfumnya besar sekali, semua merk top ada counternya sendiri-sendiri. Kan setiap Nopember, selama sepuluh tahun, saya berada di luar negeri sebulan penuh.” Mertua si Alus itu konon orang kaya yang tinggal di pemukiman sangat mewah di Melbourne.
Oh, saya tambah iri, betapa impian saya seumur hidup bisa berada di negara bermusim dingin pada bulan Nopember. Sayapun tidak tau kenapa harus Nopember, orang Indonesia lain mungkin punya alasan masuk akal untuk Nopember itu, tapi bagi saya rasanya romantis saja dengan bulan Nopember, padahal saya lahir Desember dan menikah april. Mungkin karena banyak lagu tentang bulan itu, yang saya lupa judulnya. Saya memang sering susah dimengerti.
Lain kesempatan Alus berkata, “Suami saya sangat mencintai saya, dia mempekerjakan empat sekuriti untuk menjaga saya, dua untuk siang dan dua untuk malam. Dia juga sangat cemburu sama saya, dia tidak mengijikan saya keluar tanpa supir, jadi saya bisa bebas bawa mobil sendiri hanya kalau dia keluar daerah atau keluar negeri dengan menyuap para satpam.” Astaga! Ini pelecehan, pikir saya.
“Jadi kamu dikurung?” Tanya saya bodoh, mudah-mudahan dia tidak tau kalau saya iri.
“Bukan begitu, dia itu sangat cemburu pada saya, Bu.” Alus masih juga membela suami bulenya.
Lagi-lagi saya tidak dapat hanya mendengar saja, “Kalau cinta, seharusnya dia membuatmu merasa bebas dan nyaman.” Kata saya lagi.
“Ibu, dia memberi saya dua puluh juta sebulan.”
“Dan kamu merasa pantas dikurung?” Saya benar-benar merasa bahwa saya ini orang yang sangat usil, tapi saya tak kuasa menahan mulut saya.
Saya mulai hilang rasa iri padanya, saya sangat menikmati kepercayaan suami saya melepaskan saya pergi ke manapun saya suka, mungkin karena suami saya tidak sanggup memberi saya dua puluh juta sebulan atau memberi sekedar bunga merry gold ketika saya bangun tidur di hari ulang tahun saya, setahun sekali saja.
“Tapi begitulah perempuan sekarang, tidak pandang suami teman, diembat juga. Olaf pergi begitu saja tanpa saya tau apa salah saya. Dia tinggalkan saya hanya demi seorang perempuan jelek yang masih muda.”
Dari banyak cerita Alus saya mengetahui bahwa Olaf bule itu sudah di vasectomy sebelum memperistri Alus, tanpa memberitahu Alus yang menunggu selama sepuluh tahun untuk mempunyai seorang anak Indo.
Olaf sudah mempuyai anak dari rasnya sendiri, asli Eropa, dari istri terdahulunya. Saya perhatikan wajah Alus baik-baik, dia nampak mulai tua dengan kerutan-kerutan halus di sekitar matanya. Mungkin si Bule tidak lagi tertarik padanya karena itu. Saya jadi kasihan padanya.
Ia membutuhkan saya sebagai tempat mencurahkan kekecewaannya, tidak seharusnya saya bersikap tidak baik. “Saya kan lebih tua sepuluh tahun.” Kata saya dalam hati. Kalau Alus sudah memiliki garis-garis halus, tentunya saya sudah mempunyai garis-garis kasar.
Saya harus bersyukur, dengan garis-garis kasarpun suami saya tidak berpaling dari saya dan masih sering mengatakan saya cantik. Mungkin karena dia tidak bisa membelikan saya parfum Perancis, liburan keluar negeri di bulan Nopember, atau dua puluh juta sebulan, tapi saya tidak peduli. Saya memang bukan istri bule, suami saya keturunan Tionghoa.
Sekarang apapun yang diceritakan Alus tentang hidupnya yang bagai di sorga DULU, tidak lagi menerbitkan rasa iri saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar