Sabtu, 17 Oktober 2009

Saudara Made in luar negeri

Saudara saya yang satu ini agak ajaib. Dia seorang yang rajin, walaupun dia anak laki-laki, dia mau mecuci, membersihkan rumah dan lain sebagainya yang selama ini diklaim sebagai pekerjaan perempuan. Kadang di saat saya hanya memiliki sedikit uang, saya bisa menjadi sangat takut kalau melihat dia terlalu rajin, karena saudara saya itu juga bisa sangat banyak maunya. Dia mempunyai selera yang bagus untuk mendandani dirinya sendiri. Misalnya dia hanya mau memakai sepatu merek Adidas, baju-baju made in luar negeri. Tidak harus Perancis, USA, Italy dan sebagainya yang biasanya digilai banyak orang. Saya juga melihat dia membeli baju made in Papua New Gueneu atau Puetro Rico. Pokoknya luar negeri asal bukan Malaysia. Katanya kalau made in Malaysia namanya ROMA alias Rombengan Malaysia. Nah, karena dia di bawah tanggung-jawab saya, bekerja untuk saya, tinggal di rumah saya, maka wajar sajalah kalau dia agak memaksa saya dengan kerajinannya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Kebetulan juga pada masa itu keuangan saya tidak akan banyak terganggu hanya untuk selembar baju atau sepasang sandal bermerek kesukaannya.
Banyak kejadian lucu dan membuat kami surprised karena ulahnya. Suatu hari saya bangun dari tidur siang dengan sangat bahagia, saat itu sedang masanya kompetisi sepak bola antar daerah. Sepak bola adalah salah satu hobby saudara saya tersebut. Kebahagiaan saya dari bangun tidur siang lenyap seketika melihat taman bunga kebanggaan saya di depan rumah sudah berganti bentuk maupun warna sesuai dengan selera saudara saya tersebut. “Bagus kan, saya ambil dari Senipah, kembangnya bagus, daripada yang tadi tidak ada kembangnya.” Katanya dengan logat Maluku yang kental sambil senyum-senyum minta dipuji.
Saya kehabisan kata-kata melihat bangkai pohon bunga Bokor yang saya bawa jauh-jauh dari Bogor. Memang belum berbunga walau telah lebih 6 bulan ditanam, maklum mungkin si bunga masih menyesuaikan diri dengan iklim di Balikpapan. Sebelum masuk tidur siang saya sebenarnya sudah merasa akan terjadi sesuatu. Saya tidak menyangka bahwa taman saya akan menjadi sasaran. Dia ngotot setengah hati membereskan taman bunga saya, karena dia harus menonton seluruh pertandingan sepak bola yang berlangsung berminggu-minggu.
Lain kesempatan dia mengecat Lesplang rumah saya dengan warna orange menyala (judulnya di kaleng adalah SUN RISE). Pada saat itu tahun 80an belum nge-tren warna-warna permen untuk dipoles di rumah, yang sedang ngetren untuk rumah pada saat itu adalah warna putih baik eksterior maupun interior persis seperti rumah sakit. Makanya, saya saat itu ketakutan kalau orang mengira ‘Orange’ itu adalah pilihan saya. Dulu, saya takut sekali kalau orang mengatai saya Norak, maklum masih muda. Demi melihat wajah saya yang kentara sekali sedang marah, dengan perasaan bersalah dia bilang, “Oh tidak suka kah, nanti saya cat ulang.”.
Lain lagi ketika dia dengan bangga memaksa saya melihat hasil karyanya me-Make Up mobil tua kami sebuah Pick Up Hi Line yang tadinya berwarna kuning, menjadi putih dop jenis cat minyak untuk kozen pintu dan jendela, sampai ke Bamper-nya. Yang lebih menakjubkan, goresan-goresan kuasnya sangat kentara karena dia mengecat mobil dengan kuas bekas mengecat Marka jalanan. Yah, itulah saudara saya yang baik hati, jujur dan penuh inisiatif.
Sekarang dia sudah berkeluarga dengan 3 anak dan karier yang bagus. Tapi yang agak aneh, walaupun saya yang membiayai pernikahannya, sampai saat ini sudah lebih 10 tahun berlalu, walau kami tinggal hanya berjarak 60 km, saya dan suami belum pernah berkenalan dengan istrinya. Saya agak kecewa juga, tapi saya menghibur diri, saya katakan pada suami saya, “Mungkin belum ketemu kesempatannya saja.”.
Tiba-tiba kemarin dia muncul di rumah kami. Dia memberi suami saya jam tangan merek Seiko dan sepotong celana Blue Jeans berlogo perusahaan asing tempatnya bekerja. Dengan senyum sumringah dia berkata, “Ini made in Perancis.” Maksudnya celana berlogo itu.
Kata suami saya, “Oh tentu, jam tangan ini juga pasti made in Japan kan? Wah hebat, Tengkiu, Tengkiu ya!” Ada-ada saja saudara saya itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar